Kamis, 25 September 2014

D.N Aidit

DN Aidit: Pemimpin PKI yang Anti Korupsi
Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto bersama Shichibukai Farouq dan 10 lainnya
Orang yang paling dilabur dalam sejarah Indonesia nama baiknya, dijelek-jelekkan terus, dihina melulu adalah DN Aidit, tapi DN Aidit ini banyak orang yang tak tau, dia sangat anti korupsi, dia keras dan disiplin untuk menciptakan kader partai yang jujur, kader-kader PKI dicuci otaknya agar seluruh perbuatan dan baktinya untuk hanya dan hanya untuk kesejahteraan rakyat dan tujuan-tujuan negara, kata-kata yang terkenal dari DN Aidit "Masuk PKI itu harus siap hidup susah, siap tak punya apa-apa, bahkan mengorbankan segalanya'.
Aidit sangat membenci korupsi, ia menciptakan banyak jargon-jargon politik untuk melawan korupsi termasuk 'Hancurkan 3 setan kota, dan 7 setan desa'. Koruptor yang berbisnis wewenang dan menjual kekuasaannya untuk para cukong ia sebut sebagai 'Kapitalis Birokrat' -Kapbir-. Aidit juga sangat disiplin dalam soal kehidupan pribadi ia anti poligami, kader Partai tidak boleh senang-senang untuk poligami sendiri Aidit sangat keras dan ini kemudian menciptakan polemik diam-diam dengan Njoto yang saat itu ada kisah affair dengan perempuan Russia, padahal Njoto sudah punya isteri dan banyak anak. DN Aidit marah besar dengan Njoto. Aidit juga menyerang kesukaan Bung Karno soal perempuan dan banyak Jenderal yang juga suka main perempuan. Ia selalu mengejek Ahmad Yani yang sudah meniru-niru Bung Karno soal perempuan.
DN Aidit terus menerus bekerja untuk rakyatnya, ia gebrak konflik di politik Agraria, satu orang petani, satu hektar tanah. Ia buat perahu-perahu yang banyak untuk nelayan. PKI-lah satu-satunya partai yang berani mengepung pangkalan-pangkalan minyak asing dengan gerakan rakyat sampai mereka ketakutan, Bung Karno sampe dibikin pusing dengan gerakan pemuda rakyat ini.
Melihat tingkah laku politisi kita di akhir-akhir ini, berbeda sekali dengan Aidit, Sudisman dan Natsir dari Masjumi mereka benar-benar berjuang untuk idealisme-nya bukan untuk duit para cukong. Kiranya pendidikan politik harus kembali diajarkan di SMA dan kampus-kampus Universitas.
Apa yang diucapkan Anas Urbaningrum, perkelahian-perkelahiannya dengan Nazaruddin, perdebatan-perdebatan di ILC TV One, beda sekali apa yang diucapkan oleh Sudisman depan Mahmilub 1967 :
Saya dan PKI tidak pernah memberikan gelar ini atau itu kepada Bung Karno, tidak pernah memberikan agung ini, atau agung itu, sebab gelar satu-satunya jang tepat adalah “Bung Karno” sehingga nama Bung Karno berkembang dari Sukarno (ada kesukaran) ke Bung Karno (artinja bongkar kesukaran). Sebagai sesama orang revolusioner, justru dalam keadaan sulit seperti sekarang inilah saya terus membela dan mempertahankan Bung Karno, sebab sesuatu mengatakan bahwa “in de nood leert men zijn vrien den kennen” (dalam kesulitan kita mengenal kawan) dan “jo sanak, jo kadang, jen mati aku sing kelangan” kata Bung Karno untuk PKI. Sebagai arek Surabaya, saya sambut uluran tangan Bung Karno dengan: “ali-ali nggak ilang, nggak isa lali ambek kancane”. (artinya tidak bisa lupa sama kawannya).
Kenapa saya bela dan pertahankan Bung Karno? Sebabnya ialah sepanjang sejarahnya Bung Karno konsekwen anti Imperialis sampai berani menyemboyankan “go to hell with your aid” terhadap imperialis Amerika Serikat; Bung Karno setuju mengikis sisa-sisa feodal dengan mengadakan landreform terbatas; dan Bung Karno setia pada persatuan tenaga-tenaga revolusioner. Inilah dasar daripada instruksi saya pada anggota-anggota PKI, untuk masuk dan bentuk “Barisan Sukarno”.
Dalam kesulitan seperti sekarang ini berlakulah pepatah Pavlov bagi Bung Karno “a discovery begins where an unsuccessful experiment ends” (suatu penemuan mulai pada saat pengalaman yang tidak sukses berhenti).
No tears for Disman – Tiada airmata bagi Disman. Sedangkan bagi para petugas, saya sampaikan: You had done the world a service – Kalian telah berbuat bakti bagi dunia.
Sedangkan bagi para petugasnya, ia sampaikan: You had done the world a service – Kalian telah berbuat bakti bagi dunia. Sebagai orang Jawa, ia menyatakan dalam bahasa Jawa yang bernada miris:
Pertama: matur nuwun, terima kasih kepada semua pihak yang telah merasa membantu saya selama berjuang;
Kedua: nyuwun gunging pangaksomo, minta seribu maaf, terutama kepada massa progressif revolusioner jang merasa saya rugikan selama dalam perjuangan;
Ketiga: nyuwun pangestu, minta restu terutama pada semua keluarga istri dan anak-anak dalam saya melaksanakan putusan hukuman.
--------
Terlihat sekali politisi dulu berani mati digantung soal idealisme, apapun idealisme mereka, tapi sekarang idealisme itu sudah mati digantikan dengan politik uang, tapi ada lagi ideologi yang ada hanya uang adalah puncak segala puncak idealisme kita.
Jadi saudara-saudara dalam sejarah politik modern kita, sejarah politik Indonesia ada idealisme itu sendiri di dalam tubuh Partai, hanya kemudian sekarang oleh Neoliberalisme idealisme itu dikonversi menjadi politik uang.

0 komentar:

Posting Komentar